Selasa, 19 Mei 2009

AIPMC Desak Presiden Pro Aktif Bebaskan Suu Kyi

Jakarta ( Berita Sore ) : Sejumlah anggota DPR RI yang tergabung dalam Asean Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) mendesak Presiden Yudhoyono proaktif mengambil tindakan untuk pembebasan simbol demokrasi Aung San Suu Kyi dari ancaman hukuman penjara oleh junta militer Myanmar.

Kepada pers di ruang wartawan DPR di Jakarta, Jumat [15/05] , Wakil Ketua Komisi I DPR Sidarto Danusubroto dan anggota FPG DPR Marzuki Darusman mengatakan, AIPMC telah berkirim surat kepada Presiden RI hari ini agar Indonesia mencari informasi yang lengkap tentang penahanan Suu Kyi di Myanmar, belum lama ini.

Suu Kyi telah ditangkap dan ditahan di penjara Insien Rangoon, Myanmar pada Kamis (14/5) dengan tuduhan menerima warga asing tanpa ijin di kediamannya. Di Myanmar, hal tesebut melanggar pasal 22 UU Pertahanan Negara, yakni warga Myanmar dilarang menampung warga asing tanpa izin.

Selama ini, Suu Kyi juga telah menjalani masa tahanan rumah selama 13 tahun terakhir.
Menurut Sidarto, tekanan-tekanan anggota parlemen di kawasan ASEAN itu diperlukan agar pemerintah Myanmar segera menegakkan demokrasi di negaranya.

Tidak hanya Suu Kyi, kata Sidharto, Indonesia menghendaki agar seluruh tahanan politik di Myanmar dibebaskan untuk selanjutnya dilakukan rehabilitasi dan rekonsiliasi sebelum mencari solusi-solusi damai atas persoalan di Myanmar itu.
Marzuki Darusman menegaskan, Indonesia harus menunjukkan kepemimpinannnya di ASEAN dengan tidak boleh membiarkan upaya-upaya represif terhadap demokrasi berkembang di negara-negara kawasan.

“Sebagai anggota parlemen Indonesia, kami ingin membantu terjadinya rekonsiliasi antara junta militer, pihak oposisi dan kelompok etnis di Myanmar,” ujarnya.
Sementara itu, anggota AIPMC lainnya Eva Sundari (PDIP) mengatakan bahwa selama ini ASEAN telallu lunak bersikap terhadap Myanmar.“Padahal AS maupun Uni Eropa sudah melakukan langak-langkah yang lebih jauh lagi terhadap Myanmar itu. Jadi ASEAN harus bersikap lebih tegas lagi dari AS maupun Uni Eropa,” ujarnya.

Eva juga mengatakan, penangkapan terhadap Suu Kyi oleh junta militer tersebut sangat mengkhawatirkan karena saat ini Suu Kyi tengah berada dalam kondisi kesehatan yang menurun. Ia dilaporkan menderita tekanan darah rendah dan mengalami dehidrasi.
( ant )

DPR Desak Pemerintah Respons Penahanan Suu Kyi

JAKARTA (Suara Karya): Lebih dari 50 orang anggota DPR yang tergabung dalam Asian Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC), Jumat (15/5), mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil tindakan guna merespons penahanan tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, yang dilakukan junta militer Myanmar.

"Kami meminta Presiden Republik Indonesia melakukan tindakan yang dapat mencegah pelanggaran keadilan yang lebih jauh terhadap Suu Kyi," kata anggota Fraksi Partai Golkar yang menjadi juru bicara AIPMC MArzuki Darusman, di Gedung Parlemen, Senayan.
Di antara para tokoh yang mendukung peran Indonesia dalam perjuangan kebebasan Myanmar tersebut adalah Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga dari Fraksi Golkar, Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Syaifuddin, Fachri Hamzah dan Soeripto dari FPKS, Alvin Lie dari FPAN, Ganjar Pranowo, Eva Sundari, dan Gayus Lumbuun dari FPDIP.

Marzuki mengatakan, AIPMC juga mendesak Presiden SBY berkomunikasi dengan para pimpinan senior militer Myanmar serta membujuk mereka untuk membatalkan tuduhan terhadap Suu Kyi. AIPMC juga meminta Yudhoyono sebagai pemimpin dari negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, untuk bernegosiasi guna memperjuangkan pembebasan Suu Kyi.

Suu Kyi dijatuhi hukuman lagi selama tiga sampai lima tahun penjara atas tuduhan pelanggaran masa tahanan rumah. Hal itu merupakan buntut dari penyusupan seorang pria asal Amerika Serikat ke rumah tahanan Suu Kyi. Pria itu kemudian memaksa menginap di rumah Suu Kyi selama semalam. Masalah muncul, karena berdasarkan pasal 22 dari Undang Undang Pertahanan Negara di Myanmar, rakyat Myanmar dilarang menampung warga asing tanpa izin terlebih dahulu.

Suu Kyi melalui pengacara menegaskan, bahwa dia tidak mengundang warga negara Amerika Serikat itu. Suu Kyi juga mengatakan, dirinya hanya korban dari kasus itu.
Aung San Suu Kyi sendiri sebelumnya telah menjalani masa tahanan rumah selama 13 tahun. Masa penahanannya seharusnya berakhir bulan ini. Namun, dengan menyeruaknya insiden ini, pemerintahan junta militer Myanmar kembali memperpanjang masa tahanan terhadap pemimpin partai oposisi Myanmar itu.

Keputusan junta militer itu, mendapat reaksi keras dari dunia internasional. Para jenderal militer Myanmar dicurigai mencari-cari tuduhan agar Suu Kyi tidak dapat bebas dari tahanan. (Rully)

AIPMC Desak ASEAN Perhatikan Kesehatan Suu Kyi

Berita Sore: Anggota parlemen yang tergabung dalam “ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Causus (AIPMC)” mendesak pemimpin negara ASEAN untuk memperhatikan kesehatan Aung San Suu Kyi.

Pernyataan ini di keluarkan oleh AIPMC melalui siaran persnya, yang mengkhawatirkan menurunnya kondisi kesehatan pemimpin demokrasi Myanmar itu setelah menjalani masa tahanan rumah selama enam tahun terus-menerus.

Berdasarkan laporan yang diterima AIPMC, kondisi kesehatan Suu Kyi sudah membaik belakangan ini setelah sebelumnya dikabarkan menderita tekanan darah rendah, dehidrasi dan kesulitan makan.

AIPMC berulang kali meminta perhatian kesehatan untuk Suu Kyi agar pemimpin negara-negara ASEAN seharusnya bertindak segera untuk menunjukan ketidaksetujuan atas tindakan kesehatan junta militer.

Semasa kesehatan Suu Kyi menurun, diberitahukan bahwa dokter pribadi Suu Kyi, Dr.Tin Myo Win juga ditangkap oleh pemerintah dan dilarang untuk bertemu pasiennya.
AIPMC kemudian juga mengkhawatirkan keselamatan dan dan keamanan kepala dokter serta dampaknya bagi kesehatan Suu Kyi, kemudian meminta Junta militer untuk memperbolehkan Suu Kyi dirawat oleh dokter pribadinya.

AIPMC kemudian juga menegaskan ASEAN harus dapat menjamin kesehatan Suu Kyi pada saat ia dibebaskan. Sejauh ini belum ada tanda-tanda perpanjangan masa penahanannya dari masa penahanannya yang akan berakhirpada bulan Mei ini.

Perpanjangan masa tahanan merupakan pelanggaran dari hukum internasional dan tekanan terhadap keadilan, kata AIPMC yang juga mendesak agar junta militer untuk tunduk pada prinsip dasar hak azasi manusia. ( ant )

Minggu, 17 Mei 2009

DPR Desak Yudhoyono Membantu Suu Kyi

VIVAnews - Lebih dari 50 orang anggota DPR yang tergabung dalam Asian Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) hari ini, Jumat 15 Mei 2009, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil tindakan guna merespon penahanan tokoh oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang dilakukan junta militer Myanmar.

"Kami meminta Presiden Republik Indonesia melakukan tindakan yang dapat mencegah pelanggaran keadilan yang lebih jauh terhadap Suu Kyi," kata Marzuki Darusman, anggota Fraksi Partai Golkar yang menjadi juru bicara AIPMC di gedung Parlemen, Senayan.

Marzuki mengatakan AIPMC juga mendesak Presiden Yudhoyono berkomunikasi dengan para pimpinan senior militer Myanmar serta membujuk mereka untuk membatalkan tuduhan terhadap Suu Kyi.

AIPMC juga meminta Yudhoyono sebagai pemimpin dari negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, untuk bernegosiasi guna memperjuangkan pembebasan Suu Kyi.

Suu Kyi dijatuhi hukuman lagi selama tiga sampai lima tahun penjara atas tuduhan pelanggaran masa tahanan rumah. Hal itu merupakan buntut dari penyusupan seorang pria asal Amerika Serikat ke rumah tahanan Suu Kyi. Pria itu kemudian memaksa menginap di rumah Suu Kyi selama semalam.

Masalah muncul karena berdasarkan pasal 22 dari Undang Undang Pertahanan Negara di Myanmar, rakyat Myanmar dilarang menampung warga asing tanpa izin terlebih dahulu.

Suu Kyi melalui pengacara menegaskan bahwa dia tidak mengundang warga negara Amerika Serikat itu. Suu Kyi juga mengatakan dirinya hanya korban dari kasus itu.

Aung San Suu Kyi sendiri sebelumnya telah menjalani masa tahanan rumah selama 13 tahun. Masa penahanannya seharusnya berakhir bulan ini. Namun, dengan menyeruaknya insiden ini, pemerintahan junta militer Myanmar kembali memperpanjang masa tahanan terhadap pemimpin partai oposisi Myanmar itu.

Keputusan junta militer itu mendapat reaksi keras dari dunia internasional. Para jenderal militer Myanmar dicurigai mencari-cari tuduhan agar Suu Kyi tidak dapat bebas dari tahanan. Ironisnya, keputusan junta tersebut juga melanggar hukum yang berlaku di Myanmar karena berdasarkan UU, pemerintah Myanmar tidak diizinkan untuk memberlakukan tahanan rumah kepada seseorang selama lebih dari lima tahun. Sementara Suu Kyi sudah menjalani tahanan selama 13 tahun.

"Sangat penting bagi Indonesia yang menjadi contoh negara demokrasi di Asia Tenggara, untuk mendukung perjuangan kebebasan di Myanmar," ujar Marzuki.

Sikap anggota DPR ini telah dirumuskan dalam bentuk surat tertulis yang segera disampaikan kepada Presiden Yudhoyono.

Di antara para tokoh yang mendukung peran Indonesia dalam perjuangan kebebasan Myanmar tersebut adalah Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Syaifuddin, Fachri Hamzah dan Soeripto dari FPKS, Alvin Lie dari FPAN, Theo Sambuaga dari Fraksi Golkar, Ganjar Pranowo, Eva Sundari, dan Gayus Lumbuun dari FPDIP.

• VIVAnews



Kamis, 14 Mei 2009

ASEAN harus menjamin pemimpin demokrasi Myanmar dalam kondisi sehat dan bebas.

ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) sangat khawatir dengan kurangnya pengawasan terhadap kesehatan, bagi Aung San Suu Kyi dari pemerintah junta militer.

AIPMC berulang kali meminta diberikannya perhatian kesehatan yang cukup bagi Aung San Suu Kyi terutama berdasarkan laporan Suu Kyi menderita tekanan darah rendah, dehidrasi dan kesulitan untuk makan.

Anggota Parlemen dari Negara-negara ASEAN meminta dengan tegas pemimpin Negara-negara ASEAN dan misi-misi luar negerinya untuk melakukan usaha-usaha yang menjamin rejim militer tunduk pada prinsip dasar hak asasi manusia seperti yang terdapat dalam Piagam ASEAN.

Walaupun berdasarkan laporan terakhir menunjukkan kesehatan Aung San Suu Kyi membaik, dari kondisi beberapa hari yang lalu, pemimpin Negara-negara ASEAN seharunya bertindak segera untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap tindakan junta militer dalam mengatur pemberian perawatan kesehatan bagi Aung San Suu Kyi.

AIPMC lebih lanjut khawatir dengan laporan dari dokter pribadi Aung San Suu Kyi, Dr. Tin Myo Win, yang ditangkap oleh pemerintah dan dilarang untuk bertemu dengan pasiennya pada waktu yang kritis. AIPMC khawatir terhadap keselamatan dan keamanan dari kepala dokter Aung San Suu Kyi dan dampaknya bagi kesehatannya.

AIPMC meminta junta militer untuk memperbolehkan Aung San Suu Kyi diperiksa dan dirawat oleh dokter pribadinya, Dr. Tin Myo Win secepatnya.

Sebagai tambahan, waktu penahanan Aung San Suu Kyi akan berakhir pada bulan Mei ini. Ia telah menjalani tahanan rumah secara terus menerus selama enam tahun. Pemerintah junta belum menunjukkan tanda-tanda mereka akan memperpanjang masa tahanan. Perpanjangan masa tahanan merupakan pelanggaran dari hukum nasional dan tekanan terhadap keadilan.

AIPMC mendukung semua permintaan dari komunitas internasional untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dan meminta agar para pemimpin dunia dan Sekretaris Jendral PBB untuk menggunakan segala cara agar menjamin pemerintah militer junta tidak memperpanjang masa tahanan Aung San Suu Kyi.

Menjamin kebebasannya merupakan hal penting disaat kesehatannya menurun.

Senin, 02 Februari 2009

Anggota Parlemen Regional kepada Gambari: Setidaknya berikan kesempatan bagi Suu Kyi untuk berbicara didepan publik.

ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) mendorong Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Prof. Ibrahim Gambari bertemu dengan pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi selama kunjungannya ke Myanmar.

Untuk menjamin agar misi PBB membuahkan hasil yang jelas, agenda Prof. Gambari harus melibatkan pertemuan dengan pemimpin pergerakan demokrasi yang diikuti dengan kesempatan baginya untuk memberikan pernyataan pada publik, setidaknya, bersamaan dengan mediasi bagi pembebasannya.

AIPMC menegaskan bahwa misi PBB hanya akan berhasil jika Aung San Suu Kyi diberikan haknya untuk menyampaikan pandangannya kepada publik mengenai berbagai isu yang terjadi di Myanmar termasuk proses yang dilakukan oleh PBB.

Prof. Gambari juga harus bertemu dan berdiskusi mengenai isu-isu kunci demokrasi dan hak asasi manusia dengan pemimpin senior junta Jendral Than Shwe.

Diantara isu-isu penting yang perlu dibicarakan adalah penahanan bagi tahanan politik, pemberian hukuman penjara dalam waktu yang lama bagi pejuang hak asasi manusia dan perlunya tinjauan konstitusional dengan partisipasi seluruh partai politik, perwakilan kelompok etnis dan organisasi masyarakat sipil yang independen.

Lebih lanjut, Prof. Gambari, harus tegas bahwa semua masukan dan perjanjian PBB dengan militer hanya akan dilakukan ketika Aung San Suu Kyi dan seluruh tahanan politik dibebaskan secepatnya dan reformasi demokrasi dilaksanakan.

Dalam minggu-minggu ini, telah terjadi peningkatan jumlah pendatang dari Myanmar ke Negara-negara ASEAN. Prof. Gambari harus, dalam kunjungan ini, menekankan pada Myanmar dan Negara-negera tetangga untuk menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya dan efektif sesuai dengan konvensi internasional dan prakteknya.

AIPMC menegaskan kembali komitmennya untuk membantu PBB dalam menjamin misi-misinya berjalan dengan efektif dan menekankan pentingnya bagi Myanmar menjalan semua ini dengan sebaik-baiknya.

Anggota Parlemen Regional yang peduli dengan deportasi etnis Rohingya, meminta agar mereka di lindungi dengan layak.

ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) sangat khawatir dengan keputusan dari pemerintah Thailand untuk medeportasi sekelompok etnis Rohingya ke wilayah yang tidak ketahui lokasinya.

AIPMC juga khawatir dengan keputusan yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mendeportasi etnis Rohingya yang terdampar di Aceh ke Myanmar tanpa mengindahkan bahwa mereka akan ditangkap, dan ada kemungkinan, dieksekusi.

AIPMC meminta dengan tegas pemerintah Thailand dan Indonesia untuk memperlakukan manusia perahu dari etnis Rohingya dengan lebih manusiawi dan memberikan perlindungan yang layak. Kedua Negara anggota ASEAN ini diharapkan bekerjasama dengan lembaga Hak Asasi Manusia dan Pengungsi PBB untuk mencari jalan keluar terbaik bagi masalah ini.

Thailand, sebagai ketua ASEAN dan Negara yang berbatasan dengan Myanmar, memiliki kesempatan memimpin ASEAN pada arah yang baru untuk memperbaiki isu regional yang telah lama terjadi yang dipicu oleh tata pemerintahan yang buruk oleh junta militer dan kekacauan ekonomi di Myanmar.

ASEAN harus menekankan perannya dalam krisis keamanan manusia yang disebabkan oleh toleransi yang dilakukan oleh ASEAN selama beberapa dekade terhadap rejim militer junta yang melakukan tindakan kriminal ekonomi, perang melawan rakyat sipil, dan diskriminasi sistematis terhadap agama, etnis dan kelompok politik.

AIPMC merekomendasikan secara tegas agar ASEAN menggunakan kesempatan pertemuan regional, yang akan dilaksanakan bulan ini di Hua Hin, untuk membicarakan masalah migran internasional yang pergi karena rejim militer Myanmar yang represif. ASEAN memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan yang baru dengan mengambil kesempatan ini untuk memperkuat Piagam ASEAN dan membentuk Badan Hak Asasi Manusia ASEAN.